Selasa, 31 Agustus 2010

MENYELUNDUPKAN EMAS

Sudah cukup lama tidak terdengar berita tentang kasus penyelundupan emas, apakah para penjahat sudah sadar? Biasanya penyelundup amatir berusaha mea emas gelap dengan cara ditipiskan dan dijahitkan pada vest yang dikenakan di bawah jacket yang dikenakannya.
Atau: langkah ini merupakan kamuflase, untuk mengalihkan perhatian karena di tempat lain, atau pada waktu lain yang dekat, dilakukan penyelundupan yang lebih besar. Cobalah anda hitung berapa atau apa yang anda peroleh dengan menyelundupkan dua kilogram emas, dengan mempertimbangkan selisih harganya di tempat asal dan di tempat tujuan, dikurangi lagi dengan biaya tiket pesawat terbang, ongkos hotel berbintang dan biaya-biaya operasional lainnya?
Penyelundupan dengan modus operandi seperti ini tergolong sebagai penyelundupan kelas teri karena kalau berhasil, perolehannya tidak lebih untuk memenuhi kebutuhan dapur, padahal risiko tertangkap sangat besar seperti yang akan diungkapkan sebentar lagi.
Juga ada penyelundupan kelas “memenuhi kebutuhan dapur” lain seperti yang dilakukan pilot pesawat terbang dengan membawa satu atau paling banyak dua buah jam tangan Rolex all gold. Konon kabarnya, di kalangan kepabeanan ada pameo: Pabean tahu tentang pilot yang “nyangking” jam tangan rolex satu buah tetapi dibiarkan saja (Bea dan Cukai tutup mata) karena ulah itu hanya dianggap untuk menjaga supaya asap dapur tetap ngebul.
Baru kalau pilot merasa bahwa Bea dan Cukai tidak tahu “kenakalannya” itu lalu membawa duapuluh unit jam tangan Rolex all gold itu, dia harus kecele karena ditangkap. Di kalangan kepabeanan, pilot menenteng 20 buah jam tangan Rolex tinggal jemput saja. Koq bisa begitu? Ketahuilah, petugas-petugas lapangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (ada yang) mendapat latihan khusus untuk dapat membaca perubahan urat tubuh manusia yang menegang karena membawa beban yang melebihi “daya angkut” tubuhnya.
Lho, bukankah emas murni dipipihkan menjadi setebal kertas dan dijahitkan pada pakaiannya itu hanya menimbulkan tambahan beban dua kilogram yang tidak terlalu membebani tubuh manusia. Ketahuilah lagi, pelatihan khusus itu bukan untuk membaca urat yang besar/kasar, karena kalau hanya untuk itu tidak perlu latihan khusus, orang bisa berlatih sendiri dengan mengamati urat yang menonjol pada batang leher seperti yang terjadi saat orang menyanyikan lagu seriosa.
Yang dilatihkan kepada (sebagian) petugas lapangan itu adalah materi untuk membaca urat halus yang sebenarnya menonjol kalau orang membawa beban sedikit melebihi bawaannya yang dia tenteng, misalnya jaket yang dilapisi lembaran emas seberat 2 atau 2,5 kilogram itu.
Sedangkan pengenalan pilot yang “nyangking” arloji emas Rolex lebih banyak dilakukan melalui metode psikologi, dari raut wajah orang yang merasa bersalah membawa barang impor tanpa melalui prosedur. Bagi pilot yang membawa duapuluh buah arloji gelap, dari caranya menenteng traveling bag sangat jelas terlihat. Begitu juga kalau dia menghela tas beroda (trolley).
Penyelundupan bohong-bohongan, kamuflase untuk menutupi langkah penyelundupan yang lebih besar, acap kita temukan pada kurun waktu tahun delapan puluhan di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya di mana ada impor sampah domestik (sampah dari restoran besar, rumah tangga), bukan sampah khusus seperti aki bekas (mudah-mudahan sekarang tidak ada lagi).
Dalam kesempatan itu memang betul-betul ada impor sampah domestik dan untuk meyakinkan masyarakat, penyelundup sengaja memanggil kameraman TVRI untuk menyorot peti kemas yang sejak pintunya dibuka, pemulung berebutan, sampai ke dinding peti kemas pada ujung lainnya terlihat, memang hanya sampah sayur, kaleng minuman sampai kulit ikan dan segala macam limbah dapur.
Maka keesokan harinya ketika di pelabuhan Tanjung Priok ada impor serupa, pemeriksa Bea dan Cukai sengaja disodori batang besi yang ujungnya diruncingkan untuk memeriksa peti kemas berisi sampah, untuk mencolok-colokkan sampah itu, tidak menyentuh benda keras, maka seketika itu pula dia menandatangani dokumen pemeriksaan sambil menutup hidung.
Seketika kemudian amanlah tindak penyelundupan mobil Jaguar yang dibungkus kantong plastik tebal besar dan diposisikan pada bagian dalam peti kemas dan ditimbuni sampah domestik. Tentu saja colokan besi runcing sepanjang dua meter itu tidak menemukan keanehan karena ruang dalam peti kemas sekitar 11,5 meter dan panjang mobil Jaguar kira-kira 5 meter. Maka dengan demikian hasil pemeriksaan menyebutkan conform (sesuai) dan “sampah impor” itu sudah sah memenuhi prosedur impor dan kepabeanan, maka segera pula peti kemas diperintahkan keluar dari pelabuhan untuk menuju ke ........ rumah mewah di kawasan Pondok Indah.
Kembali ke sinyalemen bahwa penyelundupan dua (atau bahkan: lima) kilogram emas adalah kamuflase, penulis pernah didekati gembong penyelundup untuk menyelundupkan emas sebanyak dua ton. Jangan salah, dua ton emas murni. Anda bercanda barangkali, begitu mungkin komentar anda. Tidak, saya tidak bercanda dan hitung-hitungan tindak kejahatan itu sudah dibuat tetapi sayang pada saat terakhir saya seperti ada yang mengingatkan untuk tidak jadi ikut dalam program gila itu.
Sudah barang tentu gembong penyelundup marah besar tetapi sebagai gembong, tidak marah meledak-ledak menggebrak meja. Dia hanya bertanya dengan santai: “Bapak sadar dengan apa yang bapak katakan?” Maka jawab saya juga dengan tenang: “Anak saya enam orang pak, saya dengan sadar menimbang apa yang harus saya lakukan. Untuk itu saya akan diam tidak bicara mengenai apapun kepada siapapun, paling tidak untuk lima tahun mendatang”.
Sesungguhnya yang saya katakan adalah: “Tindak penyelundupan besar ini pak, pada pelaksanaannya memang bisa kita atur untuk tidak diketahui oleh siapapun kecuali kita berdua dan mungkin satu dua orang dari pihak bapak (dia menggelengkan kepala) tetapi setelah dua juta gram emas gelap masuk pasar, pasti reserse ekonomi dapat mengendusnya. Masalahnya adalah, berapa lama polisi akan mengendus kasus besar ini?
Kalau kebetulan pada saat itu sedang ada penggantian Kapolda (atau barangkali bahkan Kapolri), mungkin dalam hitungan hari sudah akan terungkap karena pejabat baru biasanya berusaha menunjukkan prestasinya yang spektakuler tetapi pada situasi lain, mungkin diperlukan waktu satu, dua minggu atau sebulan baru kasus terungkap. Atau bakhan tidak pernah terungkap. Mencegah spekulasi, saya kan harus bersembunyi karena kalau bapak kan sudah mengatur persembunyian sejak sebelum bergerak.
Di sinilah masalah besar yang saya hadapi, yaitu bagaimana saya harus menyembunyikan enam orang anak yang sudah sekolah (dan satu isteri)? Kalau anak saya satu tau paling banyak dua orang, senang diajak sembunyi di hotel berbintang (dalam waktu terbatas). Tinggal memasang pengawal tiga lapis, untuk menangkal datangnya anggota Polisi peringkat rendah, menengah dan tinggi. Maka itu dalam dialog penutup yang mengecewakan gembong penyelundup, saya tekankan tentang anak saya yang enam orang itu. Di samping itu saya tergolong orang yang takut masuk penjara sebagai napi (beda dengan Artalyta Suryani ya?)
Tetapi ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya saya bisa masuk ke “sarang penyamun” itu? Begini: Awal tahun 1980 saya sebagai Import Manager PT.Australia-Indonesian Milk Industry, PT. Indomilk, perusahaan joint venture antara The Australia Dairy Produce Board, ADPB, sejenis BULOG khusus produksi persusuan Australia, yamg berpatungan dengan investor Indonesia, sembilan orang bersaudara kandung, marga Zahiruddin – Tanjung asal desa Sorkam kabupaten Sibolga Sumater Utara.
Tiga orang wanita dari clan itu hanya aktif dalam pembagian dividen (dan rapat pemegang saham, board meeting) tentunya. Biasanya rapat pemegang saham diadakan di Jakarta. Sementara itu saudara yang ditengah-tengah, Akbar Tanjung tidak pernah ikut mengurusi bisnis namun dalam rapat direksi (management meeting) biasanya hadir karena beliau menjabat sebagai Direktur dalam perusahaan patungan itu). Seperti kita ketahui pak Akbar Tanjung berkonsntrasi pada kegiatan perpolitikan.
Lima orang laki-laki dalam clan itu, adalah anggota DPR/MPR. Tetapi saudara tertua, Usman Zahiruddin Tanjung, yang disebut “pak Datuk” tercatat meninggal bunuh diri dengan cara gantung diri pada kusen pintu di rumahnya. Saya sebenarnya tidak yakin orang sebesar dia harus bunuh diri dengan cara “primitif” itu “secara sukarela” tetapi kalau saya katakan dia dipaksa bunuh diri (untuk menghentikan pengusutan lebih lanjut), saya toh tidak punya buktinya.
Hanya saja yang pasti, “pak Datuk” meninggalkan surat wasiat yang dimuat dalam surat kabar BERITA YUDHA (atau BERITA BUANA?) terbitan Agustus 1973. Saya masih ingat wasiatnya berbunyi kurang lebih: “Saya kecewa, perusahaan yang saya bangun dengan susah payah, dibuat begini oleh adik-adik saya”. Mungkin Redaksi salah satu dari surat kabar tersebut berkenan mengungkapkannya kembali?
Pada awal tahun 1980 tersebut saya sudah menghitung untung ruginya keluar dari perusahaan itu; masalahnya adalah kalau saya tidak keluar, akan menjadi saksi kunci dalam kasus manipulasi bea masuk (jilid II) yang melibatkan Nasrul Zahiruddin, abangnya Akbar Tanjung dan atasan langsung saya (sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan). Nah, kalau saya menjadi saksi kunci, Nasrul (alm) “berpotensi” masuk penjara padahal saat itu Akbar Tanjung sebagai Ketua KNPI sudah santar diberitakan akan dipromosikan menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.
Mungkinkah Akbar Tanjung tetap mulus menjadi Menteri kalau abangnya masuk penjara? Dihantui pikiran ini maka dengan tanpa ragu saya memutuskan minta berhenti dari Indomilk dan mendengar itu ibu saya marah sejadi-jadinya: “Kamu cari apa sih, sudah manajer gaji besar, tiap Jumat dapat susu gratis dua kaleng, kok keluar”. Saya tidak menemukan jawaban atas kemarahan ibu itu.
Membuat hitung-hitungan itu, herankah anda kalau saya, di satu sisi mempertimbangkan keluar saja dari Indomilk dan di sisi lainnya tergiur ikut serta dalam penyelundupan emas dengan peluang memperoleh bagian mencapai duaratus juta uang tahun 80! Modus operamdi penyelundupan itu cukup sederhana dan tidak diketahui oleh siapapun, juga tanpa berkolusi dengan Bea dan Cukai kecuali sedikit menipunya.
Anda mungkin pernah menonton film action di mana pastor palsu membezuk napi dengan membawa kitab injil setebal bantal di mana ternyata lembar-lembar kitab injil sudah dilubangi untuk menyembunyikan pistol yang diselundupkan kepada si napi.
Saya terperosok dalam rencana yang saya batalkan itu mungkin karena bos penyelundup atau anggotanya, mengamati bahwa saya sering mentransfer uang dalam jumlah besar ke Hongkong, kadang USD.150.000.- atau paling tidak puluhan ribu. Itu adalah uang untuk membayar hutang Indomilk kepada Financial Manager di Hongkong yang mengurusi pendanaan untuk operasi Indomilk. Asal anda tahu saja, management fee yang harus dibayar oleh Indomilk untuk bantuan finansial itu sebesar 5% dari omzet perusahaan (bayangkan dari omzet, bukannya dari laba bersih ataupun laba kotor).
PT. Indomilk sebagai produsen susu kental manis dengan membuat sendiri kaleng susunya, setiap bulan mengimpor duaratus ton tinplate, lembaran tipis logam bersalut timah putih; satu lembar plat berukuran kurang lebih 100 x 100 milimeter, beratnya satu kilogram per lembar.
Satu collie tinplate, yang paling kecil beratnya 600 kilogram dan paling besar 2500 kilogram. Nah kalau limaratus kilogram emas murni dicor ke dalam kemasan yang besarnya 2000 kilogram (2 ton), untuk menyelundupkan 2 ton emas murni hanya dibutuhkan beberapa collie tinplate impor. Operasionalnya juga melibatkan tidak lebih dari lima orang sehingga kebocoran informasi mudah diatasi.
Setelah barang selundupan dibongkar dari kapal, mengangkutnya ke gudang pabrik yang berstatus TPB, tempat penimbunan berikat dengan fasilitas penundaan pembayaran bea masuk, cukup gampang tanpa perlu berkolusi dengan pengawas dari Ditjen Bea dan Cukai, cukup menyediakan truck yang bernomor polisi sama dengan truck yang membawa peti kemas berisi barang selundupan. Truck abal-abal yang diisi tinplate yang sudah dilengkapi dokumen palsu namun (dibuat) sesuai dengan dokumen impornya, diperintahkan mogok di suatu posisi yang akan dilewati oleh truck yang membawa emas gelap yang dibongkar dari kapal di Tanjung Priok .
Setelah truck berisi emas selundupan sudah melewati truck yang “mogok” tersebut maka truck abal-abal diperintahkan melanjutkan perjalanan menuju gudang TPB di pabrik sementara truck berisi emas selundupan menuju arah yang sudah direncanakan’.
Selesailah sudah operasi kejahatan menyelundupkan emas murni kaliber super jumbo tersebut, sayang saya tidak mempunyai cukup nyali untuk menghadapi risikonya.

Senin, 30 Agustus 2010

FLASH BACK

Maaf, mungkin penulis keliru menggunakan kata flash back karena yang penulis maksud adalah tulisan-tulisan tentang masalah maritimdan yang terkait dengan itu, yang penulis lakukan puluhan tahun yang lalu. Dalam artikel ini, dan yang akan kususulkan berikutnya, materi yang ditulis masih relevant bahkan bukan tidak mungkin dapat terjadi lagi mengingat perilaku biokrasi sejak “jaman dahulu” itu belum beranjak maju saat ini (memang ada kemajuan namun kurang signifikan). Penyajian ulang tulisan lama ini dalam blog penulis juga dimaksudkan sebagai sumbang pikir bagi masyarakat Indonesia seutuhnya yang mendambakan berlakunya praktek dagang yang bersih sesuai ketentuan.
Baiklah langsung saja dimulai penulisan ulang ini yang penulis yakini cukup menarik perhatian; pertama-tama penulisan tampilkan artikel yang dimuat pada surat kabar INDONESIA RAYA terbitan 7 Januari 1969 dengan judul “PENYELUNDUPAN DAN MASALAH PEMBERANTASANNYA”.
Sudah barang tentu tulisan ini (dan yang lainnya, menyusul) disajikan dalam ejaan lama (Ejaan Suwandi) tetapi demi kenyamanan anda, kuganti dengan ejaan baru (EYD, Ejaan yang Disempurnakan), selengkapnya sebagai berikut:
Akhir-akhir ini makin banyak berita-berita penyelundupan disajikan di surat-surat kabar dan berita terakhir tentang manipulasi obat nyamuk cukup mengejutkan, walaupun praktek-praktek semacam itu bukan barang baru (importirnya sendiri mengakui telah melakukan empat kali.
Anda barangkali masih ingat peristiwa manipulasi benang jahit beberapa tahun yang lalu. Padfa peristiwa itu spoel benang jahit dibesarkan sehingga panjang benang menjadi berkurang. Jadi hakekatnya yang diimpor, dengan devisa negara, hanyalah kayu melulu,yang tiada berharga (catatan blogger: waktu itu, medio enampuluhan, harga kayu {sangat murah} dan berlaku sistem devisa terkendali, semua devisa dikuasai negara).
Dan masih banyak lagi ragamnya manipulasi seperti yang diberitakan terjadi di Cirebon dan Sumatera Utara. Menurut berita-berita surat kabar penyelundupan di Cirebon terjadi karena pejabat-pejabat berwenang menawarkan pengenaan bea masuk yang lebih rendah dari ketentuan yang berlaku, yang memberikan keuntungan besar kepada importirnya. Sedang dalam peristiwa di Sumatera barang-barang ditahan setelah berada di peredaran bebas, tentunya setelah menyelesaikan prosedur pemasukannya di pelabuhan. Hanya saja di sini prosedur itu telah diselewengkan oleh pihak-pihak berwenang setempat; kalau tidak, bagaimana mungkin barang dapat lolos dari pelabuhan dalam jumlah besar?
Penyelundupan Legal.
Di samping pen yelundupan yang biasa, di negara kita orang mengenal adanya “penyelundupan legal”. Kalau dalam penyelundupan biasa sang penyelundup membawa barangnya dalam perahu yang dilamuflase atau ke dalam vest yang dipakai di bawah kemeja dan berusaha menghindari pemeriksaan petugas Bea dan Cukai maka dalam penyelundupan legal petugas-petugas itu justru dirangkul, diberi hadiah-hadiah atau pembagian keuntungan atasd “kesediaannya” mengenakan tarif bea masuk/keluar lebih rendah atau menutup mata terhadap kenyataan barang barang yang dikjasukkan/dikeluarkan berbeda dengan dokumennya, atau berbagai ragam penyelewengan lainnya.
Dari berbagai macam cara penyelundupan legeal tersebut, ada yang semata-mata merupakan tindak kejahatan dari pelakunya, tetapi ada juga yang memang dimungkinkan oleah peraturan yang sedang berlaku. Contoh: manipulasi benang jahit di atas, tentulah suatu kecurangan oleh importirnya sendiri, tetapi contoh di bawah ini adalah suatu kecurangan yang dimungkinkan oleh peraturan yang berlaku.
Anda barangkali memiliki, atau setidak-tidaknya pernah naik mobil station wagen dari merk tertentu dan di situ anda melihat bahwa rear windows, langit-langit dan dashboard adalah local made, sedangkan rear seat dapat dilipat ke depan menjadi lantai yang sama rata dengan lantai bagasi (sengaja penulis menulis “station wagen” bukannya “station wagon”, untuk menyindir merk Volswagrn yang menjadi alas penulisan ini).
Ketahuilah bahwa station wagen tersebut diimpor sebagai delivery van yang tidaka memerlukan perlengkapan rear windows dan lain-lain. Setelah melewati wilayah kekuassaan Bea dan Cukai barulah perlengkapan tersebut (yang memang sudah dipersiapkan atau diimpor secara terpisah) dipasanglah dan menjelmalah “delivery van” tadi menjadi suatu station wagen yang dijual di pasaran mengikuti harga mobil sedan.
Kalau anda ingat bahwa di jaman orde lama ada brmacam-macam kurs valuta asing yang berbeda-beda untuk barang vital (paling rendah), barang mewah (paling mahal), dapatlah anda perkirakan berapa keuntungan importir mobil tersebut (PT. Piola, pen) dari prbedaan kurs saja, belum lagi keuntungan dari perbedaan besarnya bea masuk, Sumbangan Wajib Dwikora dan lain-lain yang untuk delivery van tarifnya jauh lebih rendah daripada tarif station wagen.
Sedangkan penyelundupan ekspor dapat dilakukan misalnya (untuk menyebut sebuah contoh saja), dengan mengirim bungkil kelapa (copra cake) yang masih mengandung minyak untuk nanti diperas lagi oleh importirnya di sana.
Tidak perlu kiranya diceritakan di sini bagaimana hocus pocusnya importir/eksporir dengan Bea dan Cukai untuk mendapatkan legalitas bagi manipulasi mereka itu.
Peranan Importir.
Dalam kebanyakan tindak penyelundupan, pengambil inisiatif utama adalah importir sendiri, atau pihak lain yang erat hubungannya dengan importir misalnya indentor, yaitu kalau kedua pihak tersebut saling bekersajasama. Kalau ada importir yang menyatakan bahwa dia tidak ikut melakukan penyelundupan karena hanya mengurus dokumen-dokumennya saja, hal itu harus ditafisrkan hanya importir tersebut hanya menjual tandatangannya saja atas dokumen impor dengan mendapat komisi sekian prosen dari nilai transaksi, sedangkan semua urusan dengan supplier dan lain-lain diselesaikan oleh indentor sendiri. Praktek semacam ini memang banyak dilakukan oleh importir aktentas (importir tanpa modal yang hanya memiliki surat-surat ijin, tas kantor dan sebuah meja tulis).
Untuk melicinkan jalan ke arah penyelundupannya, importir/indentor paling kurang harus berkomplot dengan dengan petugas Bea dan Cukai serta perusahaan perkapalan dengan mengkamuflase wekker dan lain-lain sebagai obat nyamuk tanpa dicurigai oleh kedua instansi tersebut, karena baik perusahaan perkapalan maupun maupun Bea dan Cukai mempunyai daftar lengkap yang memuat cara pembungkusan, timbangan dan ukuran/volume dari berbagai macam barang. Dengan melihat bagaimana buruh mengangkat sebuah peti saja seorang juru gudang yang berpengalaman dapat menilai apakah isinya sesuai dengan dokumen atau tidak.
Dalam pada itu dalam behandeling barang di mana tidak mungkin seluruh peti diperiksa/ditimbang, maka pemeriksaan dan penimbangan dilakukan secara steek proef (acak) dan diambil at random. Di sinilah kuncinya penyelundupan itu, yaitu bahwa barang-barang yang akan diambil untuk dibehandel disediakan yang betul-betul sesuai dengan dokumennya. Dari partai 177 collie obat nyamuk (ditulis dalam koran yang sama, sebelum tulisan ini) memang cukup kalau hanya diperiksa 6 collie saja, di mana sebagai hasil pemeriksaan dinyatakan bahwa segala sesuatu adalah conform. Dengan demikian resminya pemasukan (impor) barang sudah memenuhi ketentuan yang berlaku dan bea sudah dipungut dengan semestinya walaupun yang conform HANYALAH ke-6 collie tadi.
Bagaiman Mengatasinya?
Memberantas penyelundupan biasa kiranya tidaak begitu sulit karena kami yakin armada ALRI, AIRUD dan Bea dan Cukai cukup kuat untuk melakukan patroli yang ketat. Yang penting adalah sistem pemberian premi kepada alat-alat negara tersebut. Hendaknya Pemerintah menjalankan lagi sistem pemberian premi bagi setiap barang selundupan yang berhasil disita baik oleh kapal patroli ALRI, AIRUD maupun Bea dan Cukai serta oleh petugas-petugas di darat. Dengan demikian mereka menjadi antusias dalam menjalankan tugasnya karena didorong oleh premi dan penghargaan dari Pemerintah, asal saja baran g sitaan segera dijuall oleh Pemerintah untuk Kas Negara (atau dimusnahkan) dan tidak lagi “dimanfaatkan” oleh Kejaksaan seperti selama ini.
Penyelundupan legal agak sukar mengatasinya, kaena sukar sekali mengusut ada atau tidaknya penyelundupan dari dokumen-dokumen yang bersangkutan, yang umumnya oleh komplotan penyelundup telah diatur serapi-rapinya. Setiap lubang yang memungkinkan mereka terperosok telah dijaga, sehingga kalau pengusutan hanya didasarkan pada ketentuan formal yang berlaku (seperti yang selama ini dilakukan), maka manipulatornya selalu dapat bebas dari tuntutan. “Kunci penyelundupan” seperti kami utarakan di atas merupakan contoh kongkrit di sini. Dia bukan saja kunci penyleundupan, tetapi sekaligus juga kuncci penyelamat bagi para pelakunya.
Tegasnya: kalau praktek kejahatan mereka sampai terbongkar, maka dari pemeriksaan itu, sementara barang-barang yang disegel dapat ditukar dengan barang yang sesuai. Salah-salah malahan tuduhan dapat dibalikkan kepada surat kabar yang menyiarkan berita tersebut – termasuk penulis karangan ini – karena dianggap memfitnah petugas negara.
Karena itu kalau Pemerintah benar-benar berusaha membrantas penyelundupan, hendaknya jangan terlalu menyandarkan diri kepada ketentuan formal yang berlaku tetapi hendaknya lebih luwes sedikit. Misalnya kalau terdapat sinyalemen seperti disiarkan oleh Indonesia Raya baru-baru ini hendaknya barang-barang segera dibuka di muka umum untuk membuktikan apakah sesuai dengan dokumen atau tidak. Di samping tentunya perombakan organisasi Bea dan Cukai, mengganti pejabat-pejabatnya yang bermental bobrok dan serakah.