Antar Pulau Justru Pemersatu Negara.
Indonesia Sebaiknya Berorientasi Kebaharian (Kompas, 14 Desember 2010).
Wakil Presiden Boediono menegaskan Republik Indonesia berkedaulatan penuh terhadap perairan antar pulau. Kondisi itulah yang membuat wilayah negara menjadi satu kesatuan utuh. Perairan antar pulau bukan sebagai pemisah melainkan justru pemersatu negara.
Boediono mengutarakan itu saat puncak peringatan Hari Nusantara ke-11 di kawasan pendaratan helikopter Pertamina di kota Balikpapan, Kalimantan Timur Senin 13-12-2010. Turut hadir Ny. Herawati Boediono, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Evert Erenst Mangindaan, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, pimpinan TNI/Polri, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan jajaran bupati/walikota se Kaltim .
Boediono mengatakan, kondisi Indonesia yang berupa kepulauan membawa keuntungan tersendiri, yakni sumber daya kaut yang berlimpah. Sayangnya sumber daya laut belum dimanfaatkan secara optimal. Transportasi antar pulau belum dibangun dan dikembangkan dengan baik, padahal penting untuk menjamin pembangunan Indonesia yang menyeluruh dan terintegrasi.
Berorientasi Bahari.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, dengan kondisi berupa gugusan kepulauan, Indonesia patut berorientasi pada kelautan dan menjadi negara bahari.
Sejarah membuktikan, kerajaan (negara) bahari lebih mampu bertahan dan unggul daripada yang berorientasi pada daratan. “Mungkin penyebabnya ilmu pengetahuan dan teknologi bisa lebih dikembangkan di kerajaan bahari”, katanya.
Fadel mencontohkan perkasanya Sriwijaya yang pada abad ke-6 dan ke-7 menguasai jalur perdagangan India-Cina melalui Selat Malaka. Majapahit dengan orientasi kebaharian sanggup menguasai wilayah Nusantara dan sebagian Asia Tenggara. Usia kedua kerajaan ini jauh lebih lama daripada kerajaan daratan. Menurut Fadel, Sriwijaya mampu bertahan 500 tahun dan Majapahit bertahan 250 tahun. Kerajaan seperti Mataram (Hindu-Budha) bertahan 190 tahun, sedangkan Singasari bahkan Cuma bertahan 70 tahun.
Belum optimal.
Awang Faroek menambahkan, sumber daya laut adalah kekayaan yang belum tergali. Kaltim memiliki potensi perikanan 340.000 ton per tahun. Sektor kelautan dan perikanan mampu menyerap 175.000 pekerja atau 5 persen dari 3,1 juta jiwa penduduk Kaltim.
Namun potensi kelautan dan perikanan di Kalimantan Timur belum dimafaatkan secara optimal meskipun pemanfaatannya meningkat dari tahun ke tahun.
Produksi pada tahun 2008 mencapai 187.225 ton dan naik menjadi 200.172 ton pada 2009. Ekspor komoditas dan perikanan juga masih dikuasai jenis udang beku dengan tujuan Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, negara-negara di Asia Tenggara dan Eropa. Ekspor pada 2008 mencapai 18.961 ton dan pada 2009 naik menjadi 21.191 ton.
Biarpun demikian lanjut Awang Faroek, konsumsi ikan warga Kaltim mencapai 60,2 kilogram per kapita per tahun. Ini jauh melebihi standar nasional yang 32.9 kilogram per kapita per tahun.
Komentar blogger: berita Kompas tersebut kami kutip selengkapnya dengan niat untuk menumbuhkan minat kepada bidang kemaritiman kepada segenap pembaca blog ini. Dari kutipan itu tampak jelas, orientasi maritim Wakil Presiden RI sampai kepada Menteri dan Gubernurnya masih terbatas pada bidang kelautan dan perikanan, belum mencapai kemaritiman seutuhnya.
Blogger tidak mengtakan itu salah, tetapi bahwa itu masih kurang, rasanya blogger tidak salah. Maritim tidak terbatas pada laut dan ikan melainkan jauh lebih luas: bagaimana dengan “shipping industry”, dengan “maritime industry”, dengan geologi bawah laut? (hasil dari eksploitasi minyak dan gas bumi lepas pantai tidak perlu disebut karena sudah diketahui).
Shipping industry berpotensi meraup pendapatan devisa jauh melampaui apa yang dapat dihasilkan oleh ekspor ikan dan hasil budidaya laut lainnya dan kalau hasil “shipping industry” digabungkan dengan yang diperoleh dari “maritime industry”, blogger yakin kas negara akan sangat lebih gendut daripada apa yang dihasilkan selama ini dan pemerintah RI mungkin boleh menghentikan eksploitasi hutan kita.
Pada hari Jumat 17 Desember 2010 lusa, IKALAMI (Ikatan Alumni AMI) akan mengadakan rapat reorientasi kepengurusan, setelah absen cukup lama. Menurut blogger momentum kebangkitan kembali IKALAMI saat strategis karena kesadaran orientasi kebaharian tampak sudah meningkat. Penulis artikel ini yang akan ditunjuk sebagai penasehat IKALAMI, dalam pertemuan Jumat lusa itu, Insya Allah, akan menyampaikan nasehat pertama: bentuklah tim kecil untuk menghadap Laksamana (purn) Soedomo, mintalah petuah beliau bagaimana kita dapat meningkatkan kembali kiprah di bidang kemaritiman, ke depan.
Bagaimanapun, pak Domo saat ini merupakan semacam perpustakaan maritim yang masih hidup. Blogger cukup merasa kecewa, beberapa waktu yang lalu belum ada yang tergerak hatinya untuk menghadap laksamana (purn) Ali Sadikin, tokoh yang pernah membangun visi maritim kita yang susah dicari gantinya. Maka itu, mumpung pak Domo masih ada, marilah kita manfaatkan beliau semaksimal mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar