Sudah cukup lama tidak terdengar berita tentang kasus penyelundupan emas, apakah para penjahat sudah sadar? Biasanya penyelundup amatir berusaha mea emas gelap dengan cara ditipiskan dan dijahitkan pada vest yang dikenakan di bawah jacket yang dikenakannya.
Atau: langkah ini merupakan kamuflase, untuk mengalihkan perhatian karena di tempat lain, atau pada waktu lain yang dekat, dilakukan penyelundupan yang lebih besar. Cobalah anda hitung berapa atau apa yang anda peroleh dengan menyelundupkan dua kilogram emas, dengan mempertimbangkan selisih harganya di tempat asal dan di tempat tujuan, dikurangi lagi dengan biaya tiket pesawat terbang, ongkos hotel berbintang dan biaya-biaya operasional lainnya?
Penyelundupan dengan modus operandi seperti ini tergolong sebagai penyelundupan kelas teri karena kalau berhasil, perolehannya tidak lebih untuk memenuhi kebutuhan dapur, padahal risiko tertangkap sangat besar seperti yang akan diungkapkan sebentar lagi.
Juga ada penyelundupan kelas “memenuhi kebutuhan dapur” lain seperti yang dilakukan pilot pesawat terbang dengan membawa satu atau paling banyak dua buah jam tangan Rolex all gold. Konon kabarnya, di kalangan kepabeanan ada pameo: Pabean tahu tentang pilot yang “nyangking” jam tangan rolex satu buah tetapi dibiarkan saja (Bea dan Cukai tutup mata) karena ulah itu hanya dianggap untuk menjaga supaya asap dapur tetap ngebul.
Baru kalau pilot merasa bahwa Bea dan Cukai tidak tahu “kenakalannya” itu lalu membawa duapuluh unit jam tangan Rolex all gold itu, dia harus kecele karena ditangkap. Di kalangan kepabeanan, pilot menenteng 20 buah jam tangan Rolex tinggal jemput saja. Koq bisa begitu? Ketahuilah, petugas-petugas lapangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (ada yang) mendapat latihan khusus untuk dapat membaca perubahan urat tubuh manusia yang menegang karena membawa beban yang melebihi “daya angkut” tubuhnya.
Lho, bukankah emas murni dipipihkan menjadi setebal kertas dan dijahitkan pada pakaiannya itu hanya menimbulkan tambahan beban dua kilogram yang tidak terlalu membebani tubuh manusia. Ketahuilah lagi, pelatihan khusus itu bukan untuk membaca urat yang besar/kasar, karena kalau hanya untuk itu tidak perlu latihan khusus, orang bisa berlatih sendiri dengan mengamati urat yang menonjol pada batang leher seperti yang terjadi saat orang menyanyikan lagu seriosa.
Yang dilatihkan kepada (sebagian) petugas lapangan itu adalah materi untuk membaca urat halus yang sebenarnya menonjol kalau orang membawa beban sedikit melebihi bawaannya yang dia tenteng, misalnya jaket yang dilapisi lembaran emas seberat 2 atau 2,5 kilogram itu.
Sedangkan pengenalan pilot yang “nyangking” arloji emas Rolex lebih banyak dilakukan melalui metode psikologi, dari raut wajah orang yang merasa bersalah membawa barang impor tanpa melalui prosedur. Bagi pilot yang membawa duapuluh buah arloji gelap, dari caranya menenteng traveling bag sangat jelas terlihat. Begitu juga kalau dia menghela tas beroda (trolley).
Penyelundupan bohong-bohongan, kamuflase untuk menutupi langkah penyelundupan yang lebih besar, acap kita temukan pada kurun waktu tahun delapan puluhan di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya di mana ada impor sampah domestik (sampah dari restoran besar, rumah tangga), bukan sampah khusus seperti aki bekas (mudah-mudahan sekarang tidak ada lagi).
Dalam kesempatan itu memang betul-betul ada impor sampah domestik dan untuk meyakinkan masyarakat, penyelundup sengaja memanggil kameraman TVRI untuk menyorot peti kemas yang sejak pintunya dibuka, pemulung berebutan, sampai ke dinding peti kemas pada ujung lainnya terlihat, memang hanya sampah sayur, kaleng minuman sampai kulit ikan dan segala macam limbah dapur.
Maka keesokan harinya ketika di pelabuhan Tanjung Priok ada impor serupa, pemeriksa Bea dan Cukai sengaja disodori batang besi yang ujungnya diruncingkan untuk memeriksa peti kemas berisi sampah, untuk mencolok-colokkan sampah itu, tidak menyentuh benda keras, maka seketika itu pula dia menandatangani dokumen pemeriksaan sambil menutup hidung.
Seketika kemudian amanlah tindak penyelundupan mobil Jaguar yang dibungkus kantong plastik tebal besar dan diposisikan pada bagian dalam peti kemas dan ditimbuni sampah domestik. Tentu saja colokan besi runcing sepanjang dua meter itu tidak menemukan keanehan karena ruang dalam peti kemas sekitar 11,5 meter dan panjang mobil Jaguar kira-kira 5 meter. Maka dengan demikian hasil pemeriksaan menyebutkan conform (sesuai) dan “sampah impor” itu sudah sah memenuhi prosedur impor dan kepabeanan, maka segera pula peti kemas diperintahkan keluar dari pelabuhan untuk menuju ke ........ rumah mewah di kawasan Pondok Indah.
Kembali ke sinyalemen bahwa penyelundupan dua (atau bahkan: lima) kilogram emas adalah kamuflase, penulis pernah didekati gembong penyelundup untuk menyelundupkan emas sebanyak dua ton. Jangan salah, dua ton emas murni. Anda bercanda barangkali, begitu mungkin komentar anda. Tidak, saya tidak bercanda dan hitung-hitungan tindak kejahatan itu sudah dibuat tetapi sayang pada saat terakhir saya seperti ada yang mengingatkan untuk tidak jadi ikut dalam program gila itu.
Sudah barang tentu gembong penyelundup marah besar tetapi sebagai gembong, tidak marah meledak-ledak menggebrak meja. Dia hanya bertanya dengan santai: “Bapak sadar dengan apa yang bapak katakan?” Maka jawab saya juga dengan tenang: “Anak saya enam orang pak, saya dengan sadar menimbang apa yang harus saya lakukan. Untuk itu saya akan diam tidak bicara mengenai apapun kepada siapapun, paling tidak untuk lima tahun mendatang”.
Sesungguhnya yang saya katakan adalah: “Tindak penyelundupan besar ini pak, pada pelaksanaannya memang bisa kita atur untuk tidak diketahui oleh siapapun kecuali kita berdua dan mungkin satu dua orang dari pihak bapak (dia menggelengkan kepala) tetapi setelah dua juta gram emas gelap masuk pasar, pasti reserse ekonomi dapat mengendusnya. Masalahnya adalah, berapa lama polisi akan mengendus kasus besar ini?
Kalau kebetulan pada saat itu sedang ada penggantian Kapolda (atau barangkali bahkan Kapolri), mungkin dalam hitungan hari sudah akan terungkap karena pejabat baru biasanya berusaha menunjukkan prestasinya yang spektakuler tetapi pada situasi lain, mungkin diperlukan waktu satu, dua minggu atau sebulan baru kasus terungkap. Atau bakhan tidak pernah terungkap. Mencegah spekulasi, saya kan harus bersembunyi karena kalau bapak kan sudah mengatur persembunyian sejak sebelum bergerak.
Di sinilah masalah besar yang saya hadapi, yaitu bagaimana saya harus menyembunyikan enam orang anak yang sudah sekolah (dan satu isteri)? Kalau anak saya satu tau paling banyak dua orang, senang diajak sembunyi di hotel berbintang (dalam waktu terbatas). Tinggal memasang pengawal tiga lapis, untuk menangkal datangnya anggota Polisi peringkat rendah, menengah dan tinggi. Maka itu dalam dialog penutup yang mengecewakan gembong penyelundup, saya tekankan tentang anak saya yang enam orang itu. Di samping itu saya tergolong orang yang takut masuk penjara sebagai napi (beda dengan Artalyta Suryani ya?)
Tetapi ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya saya bisa masuk ke “sarang penyamun” itu? Begini: Awal tahun 1980 saya sebagai Import Manager PT.Australia-Indonesian Milk Industry, PT. Indomilk, perusahaan joint venture antara The Australia Dairy Produce Board, ADPB, sejenis BULOG khusus produksi persusuan Australia, yamg berpatungan dengan investor Indonesia, sembilan orang bersaudara kandung, marga Zahiruddin – Tanjung asal desa Sorkam kabupaten Sibolga Sumater Utara.
Tiga orang wanita dari clan itu hanya aktif dalam pembagian dividen (dan rapat pemegang saham, board meeting) tentunya. Biasanya rapat pemegang saham diadakan di Jakarta. Sementara itu saudara yang ditengah-tengah, Akbar Tanjung tidak pernah ikut mengurusi bisnis namun dalam rapat direksi (management meeting) biasanya hadir karena beliau menjabat sebagai Direktur dalam perusahaan patungan itu). Seperti kita ketahui pak Akbar Tanjung berkonsntrasi pada kegiatan perpolitikan.
Lima orang laki-laki dalam clan itu, adalah anggota DPR/MPR. Tetapi saudara tertua, Usman Zahiruddin Tanjung, yang disebut “pak Datuk” tercatat meninggal bunuh diri dengan cara gantung diri pada kusen pintu di rumahnya. Saya sebenarnya tidak yakin orang sebesar dia harus bunuh diri dengan cara “primitif” itu “secara sukarela” tetapi kalau saya katakan dia dipaksa bunuh diri (untuk menghentikan pengusutan lebih lanjut), saya toh tidak punya buktinya.
Hanya saja yang pasti, “pak Datuk” meninggalkan surat wasiat yang dimuat dalam surat kabar BERITA YUDHA (atau BERITA BUANA?) terbitan Agustus 1973. Saya masih ingat wasiatnya berbunyi kurang lebih: “Saya kecewa, perusahaan yang saya bangun dengan susah payah, dibuat begini oleh adik-adik saya”. Mungkin Redaksi salah satu dari surat kabar tersebut berkenan mengungkapkannya kembali?
Pada awal tahun 1980 tersebut saya sudah menghitung untung ruginya keluar dari perusahaan itu; masalahnya adalah kalau saya tidak keluar, akan menjadi saksi kunci dalam kasus manipulasi bea masuk (jilid II) yang melibatkan Nasrul Zahiruddin, abangnya Akbar Tanjung dan atasan langsung saya (sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan). Nah, kalau saya menjadi saksi kunci, Nasrul (alm) “berpotensi” masuk penjara padahal saat itu Akbar Tanjung sebagai Ketua KNPI sudah santar diberitakan akan dipromosikan menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.
Mungkinkah Akbar Tanjung tetap mulus menjadi Menteri kalau abangnya masuk penjara? Dihantui pikiran ini maka dengan tanpa ragu saya memutuskan minta berhenti dari Indomilk dan mendengar itu ibu saya marah sejadi-jadinya: “Kamu cari apa sih, sudah manajer gaji besar, tiap Jumat dapat susu gratis dua kaleng, kok keluar”. Saya tidak menemukan jawaban atas kemarahan ibu itu.
Membuat hitung-hitungan itu, herankah anda kalau saya, di satu sisi mempertimbangkan keluar saja dari Indomilk dan di sisi lainnya tergiur ikut serta dalam penyelundupan emas dengan peluang memperoleh bagian mencapai duaratus juta uang tahun 80! Modus operamdi penyelundupan itu cukup sederhana dan tidak diketahui oleh siapapun, juga tanpa berkolusi dengan Bea dan Cukai kecuali sedikit menipunya.
Anda mungkin pernah menonton film action di mana pastor palsu membezuk napi dengan membawa kitab injil setebal bantal di mana ternyata lembar-lembar kitab injil sudah dilubangi untuk menyembunyikan pistol yang diselundupkan kepada si napi.
Saya terperosok dalam rencana yang saya batalkan itu mungkin karena bos penyelundup atau anggotanya, mengamati bahwa saya sering mentransfer uang dalam jumlah besar ke Hongkong, kadang USD.150.000.- atau paling tidak puluhan ribu. Itu adalah uang untuk membayar hutang Indomilk kepada Financial Manager di Hongkong yang mengurusi pendanaan untuk operasi Indomilk. Asal anda tahu saja, management fee yang harus dibayar oleh Indomilk untuk bantuan finansial itu sebesar 5% dari omzet perusahaan (bayangkan dari omzet, bukannya dari laba bersih ataupun laba kotor).
PT. Indomilk sebagai produsen susu kental manis dengan membuat sendiri kaleng susunya, setiap bulan mengimpor duaratus ton tinplate, lembaran tipis logam bersalut timah putih; satu lembar plat berukuran kurang lebih 100 x 100 milimeter, beratnya satu kilogram per lembar.
Satu collie tinplate, yang paling kecil beratnya 600 kilogram dan paling besar 2500 kilogram. Nah kalau limaratus kilogram emas murni dicor ke dalam kemasan yang besarnya 2000 kilogram (2 ton), untuk menyelundupkan 2 ton emas murni hanya dibutuhkan beberapa collie tinplate impor. Operasionalnya juga melibatkan tidak lebih dari lima orang sehingga kebocoran informasi mudah diatasi.
Setelah barang selundupan dibongkar dari kapal, mengangkutnya ke gudang pabrik yang berstatus TPB, tempat penimbunan berikat dengan fasilitas penundaan pembayaran bea masuk, cukup gampang tanpa perlu berkolusi dengan pengawas dari Ditjen Bea dan Cukai, cukup menyediakan truck yang bernomor polisi sama dengan truck yang membawa peti kemas berisi barang selundupan. Truck abal-abal yang diisi tinplate yang sudah dilengkapi dokumen palsu namun (dibuat) sesuai dengan dokumen impornya, diperintahkan mogok di suatu posisi yang akan dilewati oleh truck yang membawa emas gelap yang dibongkar dari kapal di Tanjung Priok .
Setelah truck berisi emas selundupan sudah melewati truck yang “mogok” tersebut maka truck abal-abal diperintahkan melanjutkan perjalanan menuju gudang TPB di pabrik sementara truck berisi emas selundupan menuju arah yang sudah direncanakan’.
Selesailah sudah operasi kejahatan menyelundupkan emas murni kaliber super jumbo tersebut, sayang saya tidak mempunyai cukup nyali untuk menghadapi risikonya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar