Senin, 30 Agustus 2010

FLASH BACK

Maaf, mungkin penulis keliru menggunakan kata flash back karena yang penulis maksud adalah tulisan-tulisan tentang masalah maritimdan yang terkait dengan itu, yang penulis lakukan puluhan tahun yang lalu. Dalam artikel ini, dan yang akan kususulkan berikutnya, materi yang ditulis masih relevant bahkan bukan tidak mungkin dapat terjadi lagi mengingat perilaku biokrasi sejak “jaman dahulu” itu belum beranjak maju saat ini (memang ada kemajuan namun kurang signifikan). Penyajian ulang tulisan lama ini dalam blog penulis juga dimaksudkan sebagai sumbang pikir bagi masyarakat Indonesia seutuhnya yang mendambakan berlakunya praktek dagang yang bersih sesuai ketentuan.
Baiklah langsung saja dimulai penulisan ulang ini yang penulis yakini cukup menarik perhatian; pertama-tama penulisan tampilkan artikel yang dimuat pada surat kabar INDONESIA RAYA terbitan 7 Januari 1969 dengan judul “PENYELUNDUPAN DAN MASALAH PEMBERANTASANNYA”.
Sudah barang tentu tulisan ini (dan yang lainnya, menyusul) disajikan dalam ejaan lama (Ejaan Suwandi) tetapi demi kenyamanan anda, kuganti dengan ejaan baru (EYD, Ejaan yang Disempurnakan), selengkapnya sebagai berikut:
Akhir-akhir ini makin banyak berita-berita penyelundupan disajikan di surat-surat kabar dan berita terakhir tentang manipulasi obat nyamuk cukup mengejutkan, walaupun praktek-praktek semacam itu bukan barang baru (importirnya sendiri mengakui telah melakukan empat kali.
Anda barangkali masih ingat peristiwa manipulasi benang jahit beberapa tahun yang lalu. Padfa peristiwa itu spoel benang jahit dibesarkan sehingga panjang benang menjadi berkurang. Jadi hakekatnya yang diimpor, dengan devisa negara, hanyalah kayu melulu,yang tiada berharga (catatan blogger: waktu itu, medio enampuluhan, harga kayu {sangat murah} dan berlaku sistem devisa terkendali, semua devisa dikuasai negara).
Dan masih banyak lagi ragamnya manipulasi seperti yang diberitakan terjadi di Cirebon dan Sumatera Utara. Menurut berita-berita surat kabar penyelundupan di Cirebon terjadi karena pejabat-pejabat berwenang menawarkan pengenaan bea masuk yang lebih rendah dari ketentuan yang berlaku, yang memberikan keuntungan besar kepada importirnya. Sedang dalam peristiwa di Sumatera barang-barang ditahan setelah berada di peredaran bebas, tentunya setelah menyelesaikan prosedur pemasukannya di pelabuhan. Hanya saja di sini prosedur itu telah diselewengkan oleh pihak-pihak berwenang setempat; kalau tidak, bagaimana mungkin barang dapat lolos dari pelabuhan dalam jumlah besar?
Penyelundupan Legal.
Di samping pen yelundupan yang biasa, di negara kita orang mengenal adanya “penyelundupan legal”. Kalau dalam penyelundupan biasa sang penyelundup membawa barangnya dalam perahu yang dilamuflase atau ke dalam vest yang dipakai di bawah kemeja dan berusaha menghindari pemeriksaan petugas Bea dan Cukai maka dalam penyelundupan legal petugas-petugas itu justru dirangkul, diberi hadiah-hadiah atau pembagian keuntungan atasd “kesediaannya” mengenakan tarif bea masuk/keluar lebih rendah atau menutup mata terhadap kenyataan barang barang yang dikjasukkan/dikeluarkan berbeda dengan dokumennya, atau berbagai ragam penyelewengan lainnya.
Dari berbagai macam cara penyelundupan legeal tersebut, ada yang semata-mata merupakan tindak kejahatan dari pelakunya, tetapi ada juga yang memang dimungkinkan oleah peraturan yang sedang berlaku. Contoh: manipulasi benang jahit di atas, tentulah suatu kecurangan oleh importirnya sendiri, tetapi contoh di bawah ini adalah suatu kecurangan yang dimungkinkan oleh peraturan yang berlaku.
Anda barangkali memiliki, atau setidak-tidaknya pernah naik mobil station wagen dari merk tertentu dan di situ anda melihat bahwa rear windows, langit-langit dan dashboard adalah local made, sedangkan rear seat dapat dilipat ke depan menjadi lantai yang sama rata dengan lantai bagasi (sengaja penulis menulis “station wagen” bukannya “station wagon”, untuk menyindir merk Volswagrn yang menjadi alas penulisan ini).
Ketahuilah bahwa station wagen tersebut diimpor sebagai delivery van yang tidaka memerlukan perlengkapan rear windows dan lain-lain. Setelah melewati wilayah kekuassaan Bea dan Cukai barulah perlengkapan tersebut (yang memang sudah dipersiapkan atau diimpor secara terpisah) dipasanglah dan menjelmalah “delivery van” tadi menjadi suatu station wagen yang dijual di pasaran mengikuti harga mobil sedan.
Kalau anda ingat bahwa di jaman orde lama ada brmacam-macam kurs valuta asing yang berbeda-beda untuk barang vital (paling rendah), barang mewah (paling mahal), dapatlah anda perkirakan berapa keuntungan importir mobil tersebut (PT. Piola, pen) dari prbedaan kurs saja, belum lagi keuntungan dari perbedaan besarnya bea masuk, Sumbangan Wajib Dwikora dan lain-lain yang untuk delivery van tarifnya jauh lebih rendah daripada tarif station wagen.
Sedangkan penyelundupan ekspor dapat dilakukan misalnya (untuk menyebut sebuah contoh saja), dengan mengirim bungkil kelapa (copra cake) yang masih mengandung minyak untuk nanti diperas lagi oleh importirnya di sana.
Tidak perlu kiranya diceritakan di sini bagaimana hocus pocusnya importir/eksporir dengan Bea dan Cukai untuk mendapatkan legalitas bagi manipulasi mereka itu.
Peranan Importir.
Dalam kebanyakan tindak penyelundupan, pengambil inisiatif utama adalah importir sendiri, atau pihak lain yang erat hubungannya dengan importir misalnya indentor, yaitu kalau kedua pihak tersebut saling bekersajasama. Kalau ada importir yang menyatakan bahwa dia tidak ikut melakukan penyelundupan karena hanya mengurus dokumen-dokumennya saja, hal itu harus ditafisrkan hanya importir tersebut hanya menjual tandatangannya saja atas dokumen impor dengan mendapat komisi sekian prosen dari nilai transaksi, sedangkan semua urusan dengan supplier dan lain-lain diselesaikan oleh indentor sendiri. Praktek semacam ini memang banyak dilakukan oleh importir aktentas (importir tanpa modal yang hanya memiliki surat-surat ijin, tas kantor dan sebuah meja tulis).
Untuk melicinkan jalan ke arah penyelundupannya, importir/indentor paling kurang harus berkomplot dengan dengan petugas Bea dan Cukai serta perusahaan perkapalan dengan mengkamuflase wekker dan lain-lain sebagai obat nyamuk tanpa dicurigai oleh kedua instansi tersebut, karena baik perusahaan perkapalan maupun maupun Bea dan Cukai mempunyai daftar lengkap yang memuat cara pembungkusan, timbangan dan ukuran/volume dari berbagai macam barang. Dengan melihat bagaimana buruh mengangkat sebuah peti saja seorang juru gudang yang berpengalaman dapat menilai apakah isinya sesuai dengan dokumen atau tidak.
Dalam pada itu dalam behandeling barang di mana tidak mungkin seluruh peti diperiksa/ditimbang, maka pemeriksaan dan penimbangan dilakukan secara steek proef (acak) dan diambil at random. Di sinilah kuncinya penyelundupan itu, yaitu bahwa barang-barang yang akan diambil untuk dibehandel disediakan yang betul-betul sesuai dengan dokumennya. Dari partai 177 collie obat nyamuk (ditulis dalam koran yang sama, sebelum tulisan ini) memang cukup kalau hanya diperiksa 6 collie saja, di mana sebagai hasil pemeriksaan dinyatakan bahwa segala sesuatu adalah conform. Dengan demikian resminya pemasukan (impor) barang sudah memenuhi ketentuan yang berlaku dan bea sudah dipungut dengan semestinya walaupun yang conform HANYALAH ke-6 collie tadi.
Bagaiman Mengatasinya?
Memberantas penyelundupan biasa kiranya tidaak begitu sulit karena kami yakin armada ALRI, AIRUD dan Bea dan Cukai cukup kuat untuk melakukan patroli yang ketat. Yang penting adalah sistem pemberian premi kepada alat-alat negara tersebut. Hendaknya Pemerintah menjalankan lagi sistem pemberian premi bagi setiap barang selundupan yang berhasil disita baik oleh kapal patroli ALRI, AIRUD maupun Bea dan Cukai serta oleh petugas-petugas di darat. Dengan demikian mereka menjadi antusias dalam menjalankan tugasnya karena didorong oleh premi dan penghargaan dari Pemerintah, asal saja baran g sitaan segera dijuall oleh Pemerintah untuk Kas Negara (atau dimusnahkan) dan tidak lagi “dimanfaatkan” oleh Kejaksaan seperti selama ini.
Penyelundupan legal agak sukar mengatasinya, kaena sukar sekali mengusut ada atau tidaknya penyelundupan dari dokumen-dokumen yang bersangkutan, yang umumnya oleh komplotan penyelundup telah diatur serapi-rapinya. Setiap lubang yang memungkinkan mereka terperosok telah dijaga, sehingga kalau pengusutan hanya didasarkan pada ketentuan formal yang berlaku (seperti yang selama ini dilakukan), maka manipulatornya selalu dapat bebas dari tuntutan. “Kunci penyelundupan” seperti kami utarakan di atas merupakan contoh kongkrit di sini. Dia bukan saja kunci penyleundupan, tetapi sekaligus juga kuncci penyelamat bagi para pelakunya.
Tegasnya: kalau praktek kejahatan mereka sampai terbongkar, maka dari pemeriksaan itu, sementara barang-barang yang disegel dapat ditukar dengan barang yang sesuai. Salah-salah malahan tuduhan dapat dibalikkan kepada surat kabar yang menyiarkan berita tersebut – termasuk penulis karangan ini – karena dianggap memfitnah petugas negara.
Karena itu kalau Pemerintah benar-benar berusaha membrantas penyelundupan, hendaknya jangan terlalu menyandarkan diri kepada ketentuan formal yang berlaku tetapi hendaknya lebih luwes sedikit. Misalnya kalau terdapat sinyalemen seperti disiarkan oleh Indonesia Raya baru-baru ini hendaknya barang-barang segera dibuka di muka umum untuk membuktikan apakah sesuai dengan dokumen atau tidak. Di samping tentunya perombakan organisasi Bea dan Cukai, mengganti pejabat-pejabatnya yang bermental bobrok dan serakah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar